Jumat, 21 Agustus 2015

Teknik Pengambilan Data Metode Transek Foto Bawah Air (Underwater Photo Transect)

 Metode untuk penilaian kondisi terumbu karang sangat banyak. Semua metode memiliki kelebihan dan kekurangannya. Agar seragam maka metode yang akan digunakan dan bisa divalidasi ulang adalah menggunakan metode transek foto bawah air / Underwater Photo Transect (UPT).
Seiring dengan perkembangan teknologi, metode penilaian kondisi terumbu karang terus mengalami penyesuaian. Beberapa metode yang jamak dilakukan mulai dari yang cukup sederhana seperti Rapid Reef Asessment dan Manta Tow sampai metode yang menuntut kualifikasi penyelaman dan penggunaan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus) semisal LIT (Line Intersect Transect).

 Gambar 1. Metode survey manta tow 

Berbagai metode tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Pemilihan metode tidak saja tergantung dari tujuan, output dari kegiatan tapi juga biaya dan kemampuan personil.

Sejak beberapa tahun ini, Pusat Penelitian Oseanography LIPI—yang berkompeten dalam melakukan standarisasi metode monitoring karang di Indonesia mengadopsi metode yang disebut UPT (Underwater Photo Transect). Sepintas metode ini hampir sama dengan   LIT-peralatan dan bahan untuk survey hanya saja UPT memanfaatkan perkembangan teknologi kamera digital dan piranti lunak computer.

Observer tidak perlu berlama-lama dalam air namun cukup melakukan pemotretan pada karang sepanjang transek lalu melakukan analisa data kuantitatif reefs life form dengan bantuan software CPCe (Coral Point Count With Excel extensions) yang dikembangkan oleh NCRI (National Coral Reef Institute) yang berbasis di Florida Amerika Serikat.


Gambar 2. Alat dan bahan survey UPT

Pada metode UPT diperlukan minimal kualifikasi selam A2. Kemampuan melakukan foto bawah air yang stabil dan baik sangat menunjang. Selain itu, manajemen data photo hasil pengamatan sangat penting diperhatikan. Hal ini tentu saja terkait dengan kemudahan dalam analisis hasil pengamatan.

PENGAMBILAN DATA LAPANGAN
1.  Gunakan GPS untuk menuju lokasi pengamatan ;
     - Jika lokasi baru : catat koordinatnya.
     - Jika lokasi lama : pastikan koordinat posisi transek sama dengan pengamatan yang tercatat 
      sebelumnya
2. Untuk manajemen foto (batas awal foto)
    Tulis nama stasiun di alas tulis & foto
3. Penyelam yang bertugas menarik garis transek mulai menyelam
    -   Stasiun Baru :
     o   Meletakkan roll meter sepanjang 50 meter sejajar garis pantai pada kedalaman 6-7 meter                     sebagai garis transek;
     o   Memasang patok & pelampung di awal dan akhir garis transek,
     o   Memasang tali nilon sebagai tanda garis transek
   - Stasiun lama :
     o   Mencari titik awal transek yang ditandai oleh adanya patok besi sebanyak 2 buah dan 
        pelampung yang diikat pada patok/substrat di dekatnya.
     o   Meletakkan roll meter sepanjang 50 meter sejajar garis pantai.
     o   Mengganti patok/pelampung/tali nilon jika dianggap perlu.
4.  Setelah tanda titik awal transek ditentukan à pasang sosis untuk isyarat kepada penyelam lain titik 
     nol transek

5. Tulis di slate / papan sabak nama stasiun penelitian yang akan dimulai pengambilan data 
    lapangannya, lalu foto.

6. Ambil foto tampak daratan di setiap stasiun penelitian sebelum menyelam.

7. Pengambilan data di bawah air mulai dilakukan dengan pemotretan/pengambilan video untuk 
   kondisi habitat sekitar garis transek untuk mendapatkan gambaran umum / deskripsi dasar perairan 
   di sekitar garis transek.

8. Mulai dari meter ke-1, lakukan pemotretan dengan interval jarak 1 meter di sepanjang garis 
   transek; pemotretan dimulai dari meter ke-1 hingga meter ke-50

9. Pemotretan dilakukan tegak lurus substrat (jarak 60 cm) hingga luas bidang pemotretan 2552 cm2, 
   jika menggunakan frame sebagai alat bantu berukuran 58 x 44 cm2

10. Pengambilan data dilakukan dengan cara memotret seluas ukuran frame. Usahakan frame sedekat 
   mungkin dengan batas luar foto.

11.   Pengambilan foto :
     -   Frame 1 (foto pada meter ke-1) pada bagian sebelah kiri garis transek (bagian yang lebih dekat 
        dengan daratan), dan juga frame bernomoer ganjil.
    -   Frame 2 (foto pada meter ke-2) pada bagian sebelah kanan garis transek (bagian yang lebih jauh 
        dengan daratan), dan juga frame bernomer genap.


12. Lakukan pemotretan dengan zoom untuk biota yang dirasa nantinya akan sulit untuk 
   diidentifikasi saat analisis data (sebagai foto bantu). Tapi jangan lupa untuk tetap  memotret frame 
   transeknya secara full.

13. Pengambilan data dengan pemotretan selesai pada meter ke 50, kemudian kembali ke perahu


Sumber :
Materi diambil dari Pelatihan TOT Critic-Coremap CTI LIPI
Di Makassar tanggal 24 – 26 Maret 2015

Minggu, 16 Agustus 2015

Analisis Photo Karang dengan Menggunakan Program CPCe

Banyak para penyelam atau pecinta karang yang belum mengenal software atau program CPCe (Coral Point Count with Excel extension) yang merupakan program berbasis digital untuk menganalisa persentase tutupan karang dengan hanya melihat photo karang yang diambil dengan syarat yang telah ditentukan sebelumnya.

Syarat photo karang yang bisa dianalisa adalah photo yang diambil ada karang dan penggaris sebagai kalibrasi di program CPCe.  Jika tidak ada penggaris, bisa menggunakan benda apapun yang sudah diketahui panjang / tingginya dekat dengan karang (misal menggunakan jari telunjuk di sebelah karang).
Panduan monitoring pertumbuhan transplantasi karang menggunakan program CPCe, selengkapnya..



Transplantasi Karang Indonesia

Semangat 17 Agustus 1945 di tahun 2015 ini terasa berbeda. Kegiatan yang unik dan perlu diapresiasi adalah kegiatan transplantasi karang yang diinisiasi oleh Korps Marinir bersama seluruh elemen masyarakat Indonesia melakukan penanaman / transplantasi karang sebanyak 1 juta karang yang tersebar di 51 lokasi.  Puncak peringatan dilaksanakan di pantai Malalayang dengan mendapat 2 jenis rekor MURI, tema Save Our Littoral Life.

Dibalik itu semua, ada kecemasan dari berbagai pihak dan kalangan terhadap kelanjutan dari kegiatan ini.  Karena jika karang-karang transplantasi tersebut tidak ada pemeliharaan dan perawatannya dari algae yang pasti akan tumbuh di rak-rak dan substrat karang baru, maka bisa dipastikan kegiatan ini akan menjadi suatu hal yang mubazir.  Belum lagi, jika rak-rak tersebut diletakkan tanpa mempertimbangkan pola arus yang akan mengakibatkan rak-rak tersebut terbalik seperti yang sudah-sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Pemerintah ataupun pemerhati terumbu karang yang masih belum berpengalaman dalam kegiatan ini.

Perlu adanya komitmen dari pihak yang bertanggung jawab terhadap kegiatan transplantasi karang ini, sehingga tujuan rehabilitasi karang ini bisa tercapai.